Rabu, 30 September 2009

SURAT CINTA UNTUK MAMI


Surat Cinta untuk Mami Tercinta





Mami,
Sudah lama aku t
ak pulang. Seperti apa rupamu sekarang? Berapa galur lagi tambahan keriput mengerut-ngerut di tangan kurusmu? Berapa helai lagi rambut abu-abumu rontok hari ini? Punyaku, dalam sehari bisa lebih dari 30 helai jatuh. Bahkan kalau

habis keramas bisa rontok hingga 128 helai. Mungkin aku sedang sakit, Mi....
Tapi kucoba untuk berpikir bahwa rambut-rambut tuaku itu sedang
melakukan regenerasi.

Semoga saja benar. Hm, ini lepas waktu berdoa seperti kita berdoa bersama dahulu. Mungkin sekarang Mami sedang berdoa bersama Papi baru dan Saudara Tiriku. Menunggu malam tiba, aku merindukan mami.







Apakah mami sudah makan ? Apa lauknya nanti, Mi? Kangkung rebus dan sambal terasi? Ah, tak ada sambal terasi seenak buatanmu. Waktu kecil aku pernah makan sampai tiga kali nambah,
padahal hanya dengan nasi dan sambal terasimu itu saja.

Ingatkah kau, Mi?

Itulah hari pertama
aku menjadi seorang penyuka sambal. Kau pasti ingat, karena ruang memorimu pastilah sungguh luas. Aku selalu kehabisan tanda tanya tentang bagaimana ruangmu itu mampu menampung semua cerita dari kami keenam anak-anakmu, mulai kecil hingga melahirkan anak kecil lagi, dan kau mampu mengisahkannya lagi satu-satu sekali waktu.


Sungguh luar biasa. Mungkin tak kau sadari, Mami, tapi darimulah aku belajar banyak hal tentang indahnya
menyimpan tiap detil peristiwa, hingga tak ada yang tak berharga. Mami, Lama kita bersama, tanpa banyak kata. Hanya hamparan makna-makna. Tapi ketahuilah, anakmu ini mencintaimu dengan cara yang sungguh beda. Semoga diamku ini menjadi telaga, karena bicaraku adalah pedang yang menghunus-hunus.

Maafkan aku, Mamiku. Ampuni lidahku. Ampuni lidahku...
Di sini hari sudah sore, Mi. Aku belum mandi. Berapa kali engkau pernah memandikan aku, Mamiku? Beribu-ribu, hanya waktu yang tahu. Ingin aku ganti memandikanmu. Barang sekali saja.

Tapi... Oh... Jangan dulu. Jangan dulu. Karena belum puas terima kasihku. Belum sampai di sana ilmuku. Semoga tak cepat tiba waktuku untuk memandikanmu. Aku mohon, Tuhan... jangan dulu!
Tapi di sini rasanya hari makin cepat sore dibanding di san
a.


Aku sudah rindu pulang...............Mamiku

Bagaimana kalau kau saja yang memandikanku? Sekali saja. Terakhir kali. Maukah engkau, Mami? Tapi kuminta jangan campuri air mandiku dengan kembang tujuh rupa. Jangan pula kau campuri dengan air matamu yang mulia. Karena Pulang itu sendiri bagiku sudah seharum bunga kamboja. Besok hari Jumat, hari yang sungguh baik.

Mandikan aku sekali lagi ya, Mami? Lalu antarkan aku Pulang.
Ke tempat yang Terang Benderang.

Teriring doa dari anakmu yang terabaikan



Regard's
Putra Kembarmu

Edwin Reondra Paul Nathanael
dan
Erwin Riondra Paul Nathanael